When I Talk About Sexual Violence Problem
Sadis dan biadab. Dua kata itu
yang terlintas ketika membaca tweet-tweet
yang bersliweran dengan hashtag #NYALAUNTUKYUYUN.
Sedih rasanya mendengar seorang anak SMP diperkosa dan dihabisi nyawanya oleh tiga
belas lelaki yang sebagian masih di bawah umur. Belum surut kasus Yuyun, kasus
pemerkosaan lain di beberapa daerah muncul ke permukaan termasuk di Klaten dan
Kediri. Satu lagi kasus yang juga membuat geram kita semua adalah kasus Eno Fariah,
seorang karyawati yang diperkosa dan dibunuh oleh tiga lelaki dengan cara yang
sadis hanya karena cinta ditolak. She’s
just 19. How could those bastard did something so extremely evil?
Sebagai perempuan, saya sudah
pasti sangat geram. Terlebih masih banyak sebagian orang yang menyalahkan
korban. Terutama dalam hal berpakaian dan perilaku. Pemerkosaan karena pakaian
yang dipakai korban terlalu mengundang itu jujur saja hanyalah mitos. Mitos
yang dibuat untuk mencari pembenaran pelaku atas apa yang dilakukannya. Bukan hanya
di Indonesia, mitos ini berlaku di banyak negara, termasuk Amerika Serikat dan
Inggris yang notabene merupakan negara yang menjunjung tinggi kebebasan
berekspresi dalam segala hal termasuk berpakaian. Kasus pemerkosaan merupakan
salah satu kasus yang menggambarkan betapa rumit dan pelinya cara berpikir suatu
masyarakat. Beberapa orang menganggap bahwa hal tersebut bukan semata-mata
salah pelaku, namun juga salah si korban. Saya benar-benar tidak setuju dengan
hal ini.
Saya, tidak bisa untuk setuju
dengan pemikiran orang-orang yang juga naïf. Ketika seseorang mengatakan, ‘baju nya aja kali terlalu terbuka jadi
bikin pengen’ saya mikir, Yuyun itu diperkosa ketika pulang sekolah, dia
cuma anak SMP. Apa sebegitu menggodanya kah baju seragam anak SMP sekarang? Apa
semenggoda itu kah sehingga para pelaku dengan gampangnya merampas hak atas tubuh
seseorang? Jika diperhatikan, kebanyakan para korban memakai pakaian kasual
ketika dirinya diserang. Seperti apa yang dibeberkan oleh seorang fotografer
perempuan asal Amerika, Katherine Cambareri, yang membeberkan mitos tersebut
dengan foto-foto karya tesisnya. Foto-foto tersebut merupakan kumpulan foto
baju yang dipakai korban pemerkosaan. Kebanyakaan celana jeans, t-shirt dan
kemeja flannel. Cambareri berharap mereka yang karyanya dapat membayangkan
bertukar tempat dengan korban. Sehingga mereka bisa mendapatkan perspektif baru
untuk mengakhiri stereotip terhadap korban kekerasan seksual.
Tidak sadarkah bahwa dengan pemikiran
pakaian si korban yang mengundang
pemerkosaan sebenarnya kita menganggap setiap pria itu jahat? Kita
menyamaratakan bahwa jika perempuan memakai pakaian tertentu tentu setiap pria
akan berpikiran yang tidak-tidak. Kita menganggap bahwa kaum pria tidak mampu
berpikir dan bertindak dengan empati dan rasional. Bahwa mereka tidak mempunyai
kemampuan untuk menghormati sesama mahluk ciptaan Tuhan. Nah, para pria sudi
kah dianggap seperti itu? Berpikiran bahwa pakaian menjadi penyebab
pemerkosaaan, berarti dengan begitu kita menutup mata terhadap pemerkosaan yang
juga terjadi kepada pria, orang yang berusia lanjut, bahkan anak-anak.
Sebagai anak perempuan, saya
sendiri selalu diingatkan untuk selalu berpakaian tertutup, atau setidaknya
sopan, jauh sebelum memakai hijab. Mungkin jika kalian perempuan juga, sesekali
akan mendengar hal yang sama. Terkadang saya penasaran, apa yang di dengarkan
anak laki-laki atau saran apa yang didapat anak laki-laki dari orang tua atau
orang sekitarnya. Jujur karena saya tidak mempunyai saudara laki-laki jadi saya
tidak tahu. Apakah anak laki-laki mendapat amanat ‘Nak, ingat, jangan memperkosa’? atau setidaknya mereka mendapat
pengarahan tentang menghargai perempuan dan menghormati batasan-batasan yang
bukan haknya. Bagaimana para laki-laki, what
did you got? Hal ini juga tentu berlaku untuk perempuan.
Pentingnya menerapkan kepada anak
sedari dini untuk menghormati dan tidak melewati batas-batas milik orang lain,
perempuan ataupun laki-laki, karena faktanya bukan hanya perempuan yang bisa
mendapat kekerasan seksual, laki-laki dan anak-anak pun bisa. Ajarkanlah anak-anak
anda, baik laki-laki ataupun perempuan untuk selalu kuat dan bertidak dengan
mengedepankan empati serta rasionalitas. Karena pada dasarnya, manusia diberi
akal dan pikiran untuk membedakan dengan mahluk lain sehingga bisa lebih manusiawi.
Menghormati setiap individu, menghormati ciptaan Tuhan. Tanpa menilai apa yang
dikenakannya dan seperti apa perilakunya, didiklah anak-anak agar menghargai
hak-hak setiap individu. Karena apapun yang dikenakan, dari manapun asalnya,
setiap orang itu terhormat bagaimanapun keadaanya.
Memang rumit jika membicarakan kekerasan seksual dan memang butuh kerjasama dari semua
pihak untuk memperbaiki keadaan dan menanamkan kesadaran tentang menghargai
hak-hak individu lain. Pentingnya pengajaran moral di setiap lembaga keluarga
dan pendidikan. Terutama lembaga pendidikan sebagai lembaga kedua terdekat
setelah keluarga dan juga pengganti ketika sang anak tidak mendapatkan
pengajaran moral dari lembaga keluarga, harus selalu siap untuk penanaman
nilai-nila positif kepada anak yang berlaku di masyarakat. Selain itu, masyarakat
sekitar pun diharapkan dapat peka terhadap lingkungannya sendiri. Tidak
melakukan pembiaran agar tidak berujung menjadi sesuatu yang mengerikan. Kasarnya
sih: kalau ada pemuda-pemuda yang ‘suit-suitin’
perempuan yang lewat, ingetin lah, atau bubarin aja, karena itu merupakan
pelecehan.
Semoga kita selalu berada dalam lindungan Allah SWT. Aaamiin.
0 komentar