When I Talk About Sexual Violence Problem

by - 11:35 AM

Sadis dan biadab. Dua kata itu yang terlintas ketika membaca tweet-tweet yang bersliweran dengan hashtag #NYALAUNTUKYUYUN. Sedih rasanya mendengar seorang anak SMP diperkosa dan dihabisi nyawanya oleh tiga belas lelaki yang sebagian masih di bawah umur. Belum surut kasus Yuyun, kasus pemerkosaan lain di beberapa daerah muncul ke permukaan termasuk di Klaten dan Kediri. Satu lagi kasus yang juga membuat geram kita semua adalah kasus Eno Fariah, seorang karyawati yang diperkosa dan dibunuh oleh tiga lelaki dengan cara yang sadis hanya karena cinta ditolak. She’s just 19. How could those bastard did something so extremely evil?

Sebagai perempuan, saya sudah pasti sangat geram. Terlebih masih banyak sebagian orang yang menyalahkan korban. Terutama dalam hal berpakaian dan perilaku. Pemerkosaan karena pakaian yang dipakai korban terlalu mengundang itu jujur saja hanyalah mitos. Mitos yang dibuat untuk mencari pembenaran pelaku atas apa yang dilakukannya. Bukan hanya di Indonesia, mitos ini berlaku di banyak negara, termasuk Amerika Serikat dan Inggris yang notabene merupakan negara yang menjunjung tinggi kebebasan berekspresi dalam segala hal termasuk berpakaian. Kasus pemerkosaan merupakan salah satu kasus yang menggambarkan betapa rumit dan pelinya cara berpikir suatu masyarakat. Beberapa orang menganggap bahwa hal tersebut bukan semata-mata salah pelaku, namun juga salah si korban. Saya benar-benar tidak setuju dengan hal ini.

Saya, tidak bisa untuk setuju dengan pemikiran orang-orang yang juga naïf. Ketika seseorang mengatakan, ‘baju nya aja kali terlalu terbuka jadi bikin pengen’ saya mikir, Yuyun itu diperkosa ketika pulang sekolah, dia cuma anak SMP. Apa sebegitu menggodanya kah baju seragam anak SMP sekarang? Apa semenggoda itu kah sehingga para pelaku dengan gampangnya merampas hak atas tubuh seseorang? Jika diperhatikan, kebanyakan para korban memakai pakaian kasual ketika dirinya diserang. Seperti apa yang dibeberkan oleh seorang fotografer perempuan asal Amerika, Katherine Cambareri, yang membeberkan mitos tersebut dengan foto-foto karya tesisnya. Foto-foto tersebut merupakan kumpulan foto baju yang dipakai korban pemerkosaan. Kebanyakaan celana jeans, t-shirt dan kemeja flannel. Cambareri berharap mereka yang karyanya dapat membayangkan bertukar tempat dengan korban. Sehingga mereka bisa mendapatkan perspektif baru untuk mengakhiri stereotip terhadap korban kekerasan seksual.



Tidak sadarkah bahwa dengan pemikiran pakaian si korban yang mengundang pemerkosaan sebenarnya kita menganggap setiap pria itu jahat? Kita menyamaratakan bahwa jika perempuan memakai pakaian tertentu tentu setiap pria akan berpikiran yang tidak-tidak. Kita menganggap bahwa kaum pria tidak mampu berpikir dan bertindak dengan empati dan rasional. Bahwa mereka tidak mempunyai kemampuan untuk menghormati sesama mahluk ciptaan Tuhan. Nah, para pria sudi kah dianggap seperti itu? Berpikiran bahwa pakaian menjadi penyebab pemerkosaaan, berarti dengan begitu kita menutup mata terhadap pemerkosaan yang juga terjadi kepada pria, orang yang berusia lanjut, bahkan anak-anak.

Sebagai anak perempuan, saya sendiri selalu diingatkan untuk selalu berpakaian tertutup, atau setidaknya sopan, jauh sebelum memakai hijab. Mungkin jika kalian perempuan juga, sesekali akan mendengar hal yang sama. Terkadang saya penasaran, apa yang di dengarkan anak laki-laki atau saran apa yang didapat anak laki-laki dari orang tua atau orang sekitarnya. Jujur karena saya tidak mempunyai saudara laki-laki jadi saya tidak tahu. Apakah anak laki-laki mendapat amanat ‘Nak, ingat, jangan memperkosa’? atau setidaknya mereka mendapat pengarahan tentang menghargai perempuan dan menghormati batasan-batasan yang bukan haknya. Bagaimana para laki-laki, what did you got? Hal ini juga tentu berlaku untuk perempuan.

Pentingnya menerapkan kepada anak sedari dini untuk menghormati dan tidak melewati batas-batas milik orang lain, perempuan ataupun laki-laki, karena faktanya bukan hanya perempuan yang bisa mendapat kekerasan seksual, laki-laki dan anak-anak pun bisa. Ajarkanlah anak-anak anda, baik laki-laki ataupun perempuan untuk selalu kuat dan bertidak dengan mengedepankan empati serta rasionalitas. Karena pada dasarnya, manusia diberi akal dan pikiran untuk membedakan dengan mahluk lain sehingga bisa lebih manusiawi. Menghormati setiap individu, menghormati ciptaan Tuhan. Tanpa menilai apa yang dikenakannya dan seperti apa perilakunya, didiklah anak-anak agar menghargai hak-hak setiap individu. Karena apapun yang dikenakan, dari manapun asalnya, setiap orang itu terhormat bagaimanapun keadaanya.

Memang rumit jika membicarakan kekerasan seksual dan memang butuh kerjasama dari semua pihak untuk memperbaiki keadaan dan menanamkan kesadaran tentang menghargai hak-hak individu lain. Pentingnya pengajaran moral di setiap lembaga keluarga dan pendidikan. Terutama lembaga pendidikan sebagai lembaga kedua terdekat setelah keluarga dan juga pengganti ketika sang anak tidak mendapatkan pengajaran moral dari lembaga keluarga, harus selalu siap untuk penanaman nilai-nila positif kepada anak yang berlaku di masyarakat. Selain itu, masyarakat sekitar pun diharapkan dapat peka terhadap lingkungannya sendiri. Tidak melakukan pembiaran agar tidak berujung menjadi sesuatu yang mengerikan. Kasarnya sih: kalau ada pemuda-pemuda yang ‘suit-suitin’ perempuan yang lewat, ingetin lah, atau bubarin aja, karena itu merupakan pelecehan. 

Semoga kita selalu berada dalam lindungan Allah SWT. Aaamiin.

You May Also Like

0 komentar