Langit Bubblegum & Hujan Di Pagi Hari
Setiap manusia yang berjalan di
muka bumi ini (mungkin) pasti memiliki waktu-waktu favorit mereka dalam
menikmati semesta. Momen-momen dimana memang waktu-waktu itu lah yang
membikin diri mereka merasa bahwa andai hidup memang sebegini enaknya. Hidup
sebegini nikmatnya. Setidaknya mereka bisa sekejap pergi dari
pertanyaan-pertanyaan konyol tentang kehidupan. Menikmati momen...momen apa ya
namanya? (Inginnya pake istilah momen autis tapi sepertinya pemakaian ini sudah
harus dihilangkan)
Ya setiap manusia pasti punya
momen itu. Manusia yang paling tidak waras sekalipun. (memang manusia yang
waras yang seperti apa? Kalian merasa waras? Cuma karena melihat orang di jalan
tanpa sehelai benangpun dan badannya bau, kalian menanggap mereka tak waras dan
kalian waras? Ah..dangkal!)
Akhir-akhir ini, ngomong-ngomong,
pemujaan terhadap langit di kala menjelang petang dan di kala menjelang pagi
menjadi sangat-sangat nge-trend. Kapan sih mulainya? Mungkin semenjak
ada instagram dan orang rame-rame memampangkan foto langit sedang, kalo istilah
kerennya sih ‘golden hour’, dari segala penjuru dunia (yang ada penghuni
manusianya dan pake instagram, tentunya), dari dataran terendah bumi hingga
dataran tertinggi. Luar biasa! Indah? Ih, tentu dong! Siapa yang bakal
menyangkal keindahan langit dikala ‘golden hour’? Mereka (after sunrise dan before
sunset) selalu jadi favorit setiap orang, mostly.
Dan salah satu manusia yang mainstream
itu adalah, ya, saya.
Dari kapan suka? Dari pas hype
foto-foto di instagram? Duh, entahlah. Saya ya, bahkan baru tau kalo istilah
sunrise dan sunset itu GOLDEN HOUR aja baru-baru ini, beberapa bulan kayaknya,
setelah tau dari teman (temen saya itu seneng banget ngomong pake
istilah-istilah yang sepertinya bakal bikin orang liat bahwa dia keren). Ah,
sebenarnya memang saya gak terlalu suka yang istilah-istilahan.
Pokoknya mah itu matahari tenggelam, itu matahari terbit. Udah gitu aja simpelnya.
![]() |
Source: google.com |
Saya, memang senang hal-hal yang
berbau langit: Awannya, hujannya, pelanginya, gelapnya, bintangnya, bulannya, mataharinya?
Gak suka kalo nyengat. Dari dulu saya bisa betah berlama-lama merhatiin perpindahan
dan perubahan bentuk awan sampe kalo masuk ruangan gelap mata rasanya buta
saking terlalu banyak kena cahaya. Saya suka merhatiin langit. Tapi saya bukan
berarti bisa meramalkan apa yang diceritakan langit. Ya sejak kapan sih alam
bisa ditebak? Jangan sok tau!
Golden hour yang saya suka ya si
before sunset itu. Saya suka ketika langit yang tadinya biru pucat, dan
matahari yang kuning, bulat-bulat seperti dimakan awan, terus byaaar…sepertinya matahari yang bulat
itu pecah dan warnanya tumpah jadi jingga, oranye, kuning tua, dan magenta
terang. Ah…saya suka dug-dug-ser liatnya.
Bubblegum.
Iya, saya suka nyebut bubblegum
setiap saya liat warna langit yang begitu. Rasanya saya bisa nyium wangi
bubblegum juga kalo liat langit begitu. Warnanya lembut, manis, tapi juga
sedikit asam.
Terus langit berubah. Berubah
menjadi magenta tua dan oranye terbakar, sebelum akhirnya langit bener-bener
berubah indigo dan akhirnya gelap. Malam. Saya suka sama malam. Menurut saya,
malam itu pertanda bahwa manusia udah bisa santai-santai, gak begitu mikirin
riuhnya hidup. Malam itu alasan terbesar saya gak mesti terlalu banyak mikir
(walaupun kalo malam malah saya kepikiran banyak hal), gak mesti selalu keluar
rumah, dan yang penting, gak mesti merasakan panas matahari. Manusia pun gak
jadi robot kalo malam hari, dan lebih keliatan aslinya.
Itu momen favorit saya. Salah
satunya tepanya sih. Karena setelah ini, saya juga mau bercerita, kalau saya
punya salah satu momen lagi, dimana hal ini menurut saya juga hal yang, luar
biasa. Sangat luar biasa.
Hujan di pagi hari.
Iya. Hujan di pagi hari
sebenarnya lebih saya favorit kan dibandingkan si before sunset, karena jarang aja gitu terjadinya.
Hujan. Yah, ini mungkin juga jadi
hype akhir-akhir ini. Banyak manusia menjelma menjadi pecinta hujan. Padahal di
negara ini hujan uda sering. Padahal kalo pas ujan pada ngedumel gak bisa maen
keluar lah, gak bisa ngedate lah. Dan
semua serempak berdoa agar hujan berhenti, barang sebentar doang, biar bisa
aman diajalan gak keujanan sampe tempat tujuan. Hehehe
Yah, sama. Saya juga kadang suka
ngedumel kalo pas hujan turun posisi saya ada di jalanan. Hujan emang cuma dicintai
pas manusia ada di ruangan tertutup tanpa tersentuh barang setetes pun. Hujan
cuma dicintai pas gak ada guntur dan kilat yang saya sebaliknya. Saya seneng
kalo pas hujan juga ada kilat dan gemuruh guntur. Ada sesuatu yang bikin nyaman
ketika saya denger kilat dan gemuruh guntur pas hujan. Saya seneng juga nyium
bau nya, ketika hujan pertama kali nyentuh bumi (yang ternyata saya baru tau
istilah untuk bau khas itu namanya Petrichor). Cuma ya, doktrin dari ibu saya
kalo bau itu berbahaya jika dihirup karena mengandung bakteri, jadi saya gak
begitu mencintai baunya, cuma seneng aja, pertanda hujan turun.
Balik lagi ke hujan di pagi hari.
The most favorite moment in life. Iya.
Saya suka ketika bangun tidur, saya denger suara hujan. Saya senang, ketika matahari
tertutup langit warna kelabu Kodak, warna peradaban. Kalau dirumah, saya senang
karena warna dari tumbuh-tumbuhan dan pepohonan di halaman yang tersiram hujan
menonjolkan warna hijau Fujifilm.
Hujan di pagi hari, memberikan alasan agar
saya bisa berlama-lama diam terbungkuskan selimut. Ah…santai sekali sudah.
Siapa yang tidak suka bersantai-santai lama di tempat tidur coba? Jangan bohong!
Hujan di pagi hari, buat saya memberi kesempatan bahwa manusia, bisa, mungkin
agak lebih lama menanggalkan ke-robot-annya.
0 komentar